Sunday, December 2, 2007

Ironi di Pulau Bersemi

Semenjak adanya sarana penyeberangan kapal ferry roro Nusa Penida - Padang Bai, perekonomian di pulau tersebut mulai menggeliat. Walaupun masih kurang maksimal (sekali per hari) tapi paling tidak ferry tersebut bisa menjadi tonggak akan adanya sarana transportasi yang representatif menuju Nusa Penida sehingga ke depannya bisa membuka isolasinya terhadap dunia luar.

Waktu mudik kemarin, ada beberapa catatan2 kecil yang saya rekam ttg geliat pulau yang dikenal dengan sebutan pulau gersang itu (versi koran lokal). Beberapa proyek besar sedang di bangun. Tampaknya proyek2 tersebut begitu prestisius sehingga Presiden SBYpun akan berkunjung pertengahan Desember 2007, bersama dengan para investor dari berbagai belahan dunia. Berarti itu menjadi kunjungan Presiden yang kedua setelah sebelumnya sempat berkunjung saat meresmikan dermaga dan pengoperasian ferry roro itu. Proyek yang paling menonjol adalah pengembangan pembangkit tenaga listrik tenaga bayu (angin) dan tenaga batubara. Saya sendiri sempat melihat sekilas PL tenaga bayu itu di daerah sebelum ke Pura Puncak Mundi (maaf, tidak tahu nama desanya). Dikabarkan, jika complete nanti, pembangkit itu bisa mensuplai listrik di Bali dan Lombok. Proyek mata air Peguyangan yang seakan tersendat beberapa tahun terakhir ini, juga dimulai lagi. Disamping itu, ada proyek pendirian tiga buah SPBU sekaligus di Nusa Penida yang berlokasi di Desa Batununggul, Desa Sental dan Toyapakeh.

Ada juga dampak2 negatif dari pesatnya pembangunan itu. Sebagian besar para pekerja proyek tersebut bukan orang lokal yang jumlahnya terus bertambah dari waktu ke waktu. Mereka malah tidak pulang setelah proyek selesai malah membuat pemukiman2 darurat. Ini tentu bisa menimbulkan masalah kependudukan di kemudian hari. Disamping itu dari segi mental, penduduk setempat belum sepenuhnya siap. Budaya jual tanah warisan berkembang pesat apalagi harga tanah langsung meroket yang bisa mencapai Rp. 100 jt/are (pinggir jalan kecamatan). Parahnya lagi, di daerah dataran tinggi, ada yang menjual tanahnya bukan lagi dengan satuan are tapi bukit (1 bukit, 2 bukit etc). Lama2 orang lokal bisa menjadi orang asing di daerahnya sendiri. Banyaknya orang kaya baru juga bisa dilihat dari perubahan gaya hidup. Dulu, paling untung bisa lihat mobil kijang kotak plat merah milik pak camat, sekarang Avanza sudah bukan barang mewah lagi. Beberapa mobil mewahpun (vioz, Camri etc) bersliweran tak jelas, wong jalan 'protokol' nya cuman beberapa km kok :). Ironis memang, tapi mudah2an Nusa Penida tetap bersemi.

6 comments:

Kania said...

Weleeeeeh wleeehhh, ini berbahaya. Sebenarnya akan lebih bagus membiarkan daerah itu apa adanya. Untuk beberapa tempat mungkin harus dibangun sarana, prasarana dan fasilitas u/ masyarakat. tapi kalau semuanya, ampe tanah juga dijual, mmmm......Mari kita berdoa u/ 'Ajeg Bali' :)

Anonymous said...

iya nih...rata2 investor Jakarta semuanya...satu sisi seneng ada kemajuan, satu sisi serem banget liat banyak 'orang asing' gentayangan di Nusa :)

aDmin said...

bener bgt bli,di banjar tiang ja udah pada adep kanan,adep kiri,jadi dikit tempat buat melayangan karang.

Anonymous said...

Huahauahauah.......serem euyyy...semoga kita bisa mempertahankan aeg Bali :D

Review for Dummies said...

wah gile, arya ga ikutan jual2 nih:)

aDmin said...

sink bozz
ape kal baang panak mani
whehehe
kanguang dadi penonton malu